Kenaikan biaya uang kuliah tunggal (UKT) di sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN) Indonesia mendapat sorotan luas. Gelombang aksi penolakan kenaikan UKT menyemai di berbagai kampus. Selain dikarenakan keterbatasan anggaran negara untuk pendidikan tinggi, UKT terus menjadi polemik akibat masih ada ditemukan ketidaksesuaian UKT yang harus dibayarkan dengan kemampuan ekonomi mahasiswa di sejumlah perguruan tinggi.
Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris mengungkapkan, persoalan UKT harus dibenahi dari akarnya agar tidak menjadi preseden buruk bagi penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia. Jika kebijakan soal UKT ini ingin tetap dipertahankan, harus dipastikan dalam praktiknya berkeadilan bagi semua mahasiswa. Jika Indonesia ingin bisa segera melakukan lompatan kemajuan, sampai kapanpun pendidikan tinggi harus inklusif sehingga dapat diakses oleh seluruh lapisan terutama anak dari keluarga tidak mampu.
“Persoalan UKT yang selalu muncul ini akan menjadi preseden yang melemahkan tujuan mulia penyelenggaraan pendidikan tinggi. Kenaikan UKT di sejumlah kampus bukan hanya membuat cemas mahasiswa dan orang tua, tetapi juga berpotensi menjadi penghambat visi Indonesia Emas 2045,” ujar Fahira Idris di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (16/5).
“Ini karena sebagian besar sasaran utama Indonesia Emas yaitu daya saing SDM, kemiskinan menuju nol persen dan pendapatan per kapita Indonesia setara negara maju, hanya bisa diraih jika sebagian besar anak Indonesia mengenyam pendidikan tinggi yang tuntas dan berkualitas,” lanjut Fahira Idris yang juga seorang pemerhati pendidikan ini.
Menurut Senator Jakarta ini, keterbatasan anggaran negara untuk pendidikan tinggi seharusnya tidak serta merta menyulitkan mereka yang tidak mampu untuk berkuliah. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemangku kepentingan pendidikan tinggi terutama Pemerintah dan penyelenggara pendidikan tinggi yaitu kampus, memastikan UKT baik dari sisi kebijakan maupun implementasi di lapangan berjalan proporsional dan berkeadilan.
Kebijakan UKT harus diterapkan secara proporsional dan berkeadilan, artinya Pemerintah dan kampus sama-sama harus memiliki kebijakan yang proaktif dan progresif untuk membuka akses pendidikan tinggi seluasnya-luasnya kepada anak-anak yang keluarganya memiliki tantangan ekonomi. Ini agar anak-anak dari keluarga tidak mampu, miskin, rentan miskin atau dari keluarga yang pendapatan orang tuanya pas-pasan, diberi kemudahan, keringanan bahkan pembebasan UKT.
“Semakin banyak anak-anak dari keluarga kurang mampu berkuliah, maka di masa depan akan semakin banyak keluarga sejahtera di Indonesia. Anak-anak yang berkuliah ini punya potensi membawa kesejahteraan secara jangka panjang kepada keluarganya masing-masing. Semakin banyak keluarga yang sejahtera, maka jalan Indonesia Emas 2045 akan menjadi lebih ringan. Jadi, pendidikan tinggi sejatinya adalah investasi paling baik bagi negeri ini,” pungkas Fahira Idris.
Sebagai informasi, Uang kuliah tunggal (UKT) merupakan sistem biaya pendidikan yang harus dibayar mahasiswa secara menyeluruh setiap semester. Pembayaran UKT tidak melihat pada jumlah kredit atau mata kuliah yang diambil. Setiap perguruan tinggi dan program studi yang dipilih memiliki golongan biaya UKT yang berbeda-beda. Pengelompokan golongan UKT salah satunya ditentukan berdasarkan pendapatan orang tua. Apabila pendapatan orang tua kecil, maka golongan UKT juga akan kecil, dan sebaliknya jika pendapatan orang tua besar maka golongan UKT akan besar pula.#