Akan diterapkan fasilitas ruang perawatan rumah sakit Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) secara menyeluruh untuk rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan paling lambat tanggal 30 Juni 2025 menjadi perbincangan hangat publik. Kebijakan soal KRIS yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan (JKN) ini perlu dijelaskan secara komprehensif kepada publik agar tidak simpang siur.
Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris mengungkapkan, salah satu informasi yang perlu diluruskan adalah apakah benar adanya asumsi bahwa penerapan KRIS akan menghapus kelas 1, 2, 3 dalam program JKN oleh BPJS Kesehatan. Selain itu, perlu juga perlu diluruskan adanya informasi mengenai perubahan tarif BPJS Kesehatan yang selama ini dibayar sehingga memunculkan kekhawatiran di publik.
Menurut Senator Jakarta ini, agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi, soal KRIS ini harus dijelaskan secara komprehensif kepada publik langsung oleh spokesperson utama JKN baik itu Menteri Kesehatan ataupun Dirut BPJS Kesehatan dalam sebuah forum khusus.
“Penjelasan secara komprehensif, langsung oleh narasumber yang paling kompeten dalam sebuah forum khusus, diharapkan bisa meluruskan berbagai informasi yang beredar saat ini, misalnya adanya asumsi penghapusan kelas 1, 2, 3 dan isu soal perubahan tarif akibat penerapan KRIS. Tujuan penerapan KRIS juga perlu diurai secara lengkap agar publik bisa memahami bahwa kebijakan ini sebuah terobosan untuk meningkatkan kualitas layanan BPJS Kesehatan,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan Jakarta (14/5).
Menurut Fahira Idris, selama ini, segala hal terkait BPJS Kesehatan dan JKN selalu mendapat perhatian publik luas. Perhatian besar publik ini adalah hal yang positif karena menunjukkan tingginya rasa memiliki dan kepedulian masyarakat Indonesia terhadap program JKN yang merupakan program jaminan kesehatan dengan jumlah kepesertaan terbesar di dunia.
Oleh karena itu, sambung Fahira Idris, dalam setiap perubahan kebijakan terkait JKN, selain perlu melibatkan pemangku kepentingan juga sangat dibutuhkan manajemen komunikasi publik yang responsif. Kualitas informasi yang berasal dari spokesperson utama disertai dengan pesan dan penjelasan yang senada atau tunggal dan disebarluaskan lewat sebuah forum khusus diharapkan meningkatkan pemahaman publik soal KRIS.
“Penting juga dijelaskan, tantangan seperti apa yang nanti akan terjadi saat implementasi KRIS ini dan strategi apa yang akan ditempuh untuk mengatasi tantangan tersebut. Makanya saat ini, baik Kemenkes maupun BPJS Kesehatan, perlu memetakan informasi apa saja yang perlu diluruskan terkait KRIS dan juga merumuskan jawaban atas berbagai keraguan beberapa pihak soal kebijakan KRIS ini,” pungkas Fahira Idris.
Sebagai informasi, penerapan fasilitas ruang perawatan rumah sakit KRIS dalam program JKN oleh BPJS Kesehatan menjadi salah satu ketentuan yang diatur dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang JKN. KRIS adalah standar minimum pelayanan rawat inap yang diterima oleh peserta JKN. #