Tahun 2023 dipastikan akan dipenuhi agenda politik. Peserta pemilu 2024 baik partai politik, calon anggota DPR, DPD, dan DPRD dan calon presiden (capres) akan menjalani berbagai tahapan pemilu utamanya sosialisasi dan kampanye. Belajar dari gelaran dua pemilu sebelumnya (2014-2019) yang tensi dan polarisasinya cukup tinggi, diharapkan tahun politik 2023 dan 2024, kompetisi antarpeserta pemilu termasuk para pendukungnya diwarnai dengan adu gagasan dan rekam jejak.
Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan, gejala bakal tingginya tensi dan polarisasi Pemilu 2024 sebenarnya sudah dapat deteksi sepanjang tahun 2022, terutama saat munculnya nama-nama tokoh yang dinilai publik layak menjadi Capres 2024. Walau tokoh-tokoh ini belum pasti menjadi capres tetapi antarpendukung sudah mulai terjadi polarisasi yang sayangnya tidak didominasi oleh adu gagasan dan rekam jejak, tetapi malah diwarnai saling serang. Bahkan, saat salah satu parpol resmi mengumumkan bakal capresnya, tensi semakin panas karena berbagai orkestrasi serangan semakin masif.
“Gelagat tensi politik di sepanjang 2022 ini idealnya menjadi bahan introspeksi kita bersama terutama mereka-mereka yang punya kuasa dan pengaruh untuk mengirim pesan-pesan yang sejuk menjelang dan saat tahun politik yang sudah di depan mata. Jika para elite ini terus gaduh, maka rakyat di bawah akan ikut gaduh. Harusnya tahun politik ini diwarnai adu gagasan dan rekam jejak, bukan saling sebar fitnah. Semua peserta Pemilu 2024 termasuk tim suksesnya harus paham soal ini,” ujar Fahira Idris dalam keterangan tertulisnya (30/12).
Menurut Fahira, para elite harus menyebar pesan bahwa cara paling baik memilih baik itu calon anggota DPR, DPD, DPRD dan terutama capres adalah membandingkan gagasan para calon dan menyelami rekam jejak masing-masing calon. Dengan pemahaman ini, maka para calon akan dipaksa adu gagasan dan saling lempar rekam jejak, sehingga rakyat sebagai pemilih menjadi tercerahkan.
“Atmosfer Pemilu yang sudah hangat ini, di satu sisi positif bagi demokrasi, tetapi disisi lain menjadi gelagat akan tajamnya kembali polarisasi jika tidak dikelola dengan baik terutama oleh para elite politik. Hal konkret lainnya agar Pemilu 2024 diwarnai adu gagasan dan rekam jejak adalah elite politik memastikan tidak memberi ruang dan tempat bagi ‘para pendengung pembawa narasi polarisasi’ dalam gerbong politiknya,” pungkas Senator Jakarta ini.