Perpres Stranas Penghapusan Kekerasan terhadap Anak Terbit, Fahira Idris: Angkanya Mengkhawatirkan
Senator Dapil DKI Jakarta
Senator Dapil DKI Jakarta

Perpres Stranas Penghapusan Kekerasan terhadap Anak Terbit, Fahira Idris: Angkanya Mengkhawatirkan

Di tengah terjadinya berbagai kasus pelecehan seksual terhadap anak bahkan beberapa diantaranya menjadi isu nasional,  Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 101 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (Stranas PKTA). Selain melengkapi Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dan dan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), terbitnya Perpres ini diharapkan mampu menanggulangi tindak pidana kekerasan terhadap anak secara cepat, terpadu, terintegrasi dan mengoptimalkan peran Pemerintah Pusat (kementerian/lembaga) dan daerah serta meningkatkan peran serta publik.

Anggota DPD RI yang juga Pemerhati Anak Fahira Idris mengungkapkan, hingga kini fenomena kekerasan terhadap anak terutama kekerasan seksual masih mengkhawatirkan. Kondisi ini semakin memprihatinkan karena kekerasan terhadap anak adalah fenomena gunung es karena biasanya kasus kekerasan yang terjadi lebih tinggi dari kasus yang dilaporkan. Oleh karena itu, semua sumber daya bangsa harus dikerahkan dan dioptimalkan untuk mencegah dan menangani kekerasan terhadap anak.

“Perpres Stranas PKTA adalah salah satu payung hukum penting bagi kita semua untuk lebih mengoptimalkan dan mengefektifkan pencegahan dan penanganan tindak pidana kekerasan terhadap anak. Harus diakui selama ini, penanggulangan kekerasan terhadap anak belum sepenuhnya terpadu dan terintegrasi dengan baik. Selain itu, persoalan kekerasan terhadap anak cukup kompleks sehingga perlu sebuah strategi yang komprehensif dan berlaku nasional serta implementatif atau terukur untuk direalisasikan. Perpres Stranas PKTA sudah lama dinanti-nanti karena angka kekerasan terhadap anak cukup mengkhawatirkan. Saya mengapresiasi penerbitan Perpres ini,” ujar Fahira Idris melalui keterangan tertulisnya (19/7).

Memang jika merujuk data dari Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021 menemukan fakta bahwa 4 dari 10 anak perempuan dan 3 dari 10 anak laki-laki pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih sepanjang hidupnya. Namun bisa saja persentasenya lebih besar mengingat masih terdapat kasus kekerasan anak yang tidak dilaporkan atau tidak diungkap dengan berbagai alasan dan sebab.

Fahira berharap Perpres ini mampu mengurai dan menjawab tiga tantangan utama penghapusan Kekerasan terhadap anak yaitu tantangan ekonomi, sosial, dan budaya. Kemudian tantangan tata kelola sistem dan layanan perlindungan anak dan tantangan terakhir yaitu masih rendahnya pemahaman dan sikap jejaring sosial di lingkungan anak mulai dari keluarga, komunitas, penyedia layanan, pengambil kebijakan, atau teman sebaya dalam penanggulangan kekerasan terhadap anak.

Tantangan ekonomi, sosial, dan budaya, lanjut Fahira, lebih kepada minimnya ketersediaan data tentang kekerasan terhadap anak sehingga tidak mendapat gambaran besar terkait fenomena kekerasan anak. Hal ini terkait juga dengan faktor ekonomi yaitu sejauh mana tekanan ekonomi dan kemiskinan memicu terjadi kekerasan anak serta masih terdapat budaya memudahkan terjadinya atau mendorong dilakukannya tindak Kekerasan terhadap anak.

“Sementara tantangan tata kelola sistem dan layanan perlindungan anak lebih kepada akses dan kualitas ketersediaan dan kualitas mekanisme serta layanan pengaduan dan perlindungan terhadap anak korban kekerasan yang belum merata di seluruh Indonesia. Minimnya pemahaman publik luas termasuk para pengambil kebijakan bahwa kekerasan kepada anak adalah tindak pidana atau sebuah kejahatan juga menjadi tantangan besar. Literasi dan pemahaman soal kekerasan terhadap anak mesti ditingkatkan,” pungkas Senator Jakarta ini.#

Related Posts

Leave a Reply

Sampaikan aspirasimu!