Tidak lama lagi, tepatnya pertengahan Desember tahun ini, maskapai Vietjet yang menjadikan pramugari berbikini menjadi salah satu strategi utama pemasarannya akan diizinkan terbang dengan rute langsung Jakarta-Ho Chi Minh City. Meskipun pihak maskapai dan Kementerian Perhubungan sudah menjamin bahwa tidak akan ada pramugari berbikini untuk penerbangan di langit Indonesia dan berkomitmen mengenakan seragam yang sopan, namun rencana pemberian izin ini menuai kontroversi publik.
Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi sebelumnya telah meresmikan penerbangan langsung Jakarta-Ho Chi Minh City. Maskapai penerbangan yang populer dengan pramugari berbikini tersebut akan melayani penerbangan langsung Jakarta-Ho Chi Minh City pada 20 Desember 2017 mendatang.
Usai Grand Launching VietJet Air di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta Pusat, 22 Agustus lalu, Budi Karya mengungkapkan bahwa dengan adanya penerbangan tersebut akan meningkatkan konektivitas udara Indonesia dengan Vietnam. Selain itu, hal ini juga bisa meningkatkan kunjungan wisatawan ke Indonesia sehingga mampu mendongkrak perekonomian kedua negara.
Alasan ekonomi dan konektivitas tersebut tidak semerta-merta meredam kontroversi di ruang publik karena dinilai tidak sesuai budaya Indonesia dan melanggar norma agama dan budaya. Umumnya mereka berpandangan bahwa dalam niaga apapun, bisnis apapun, harus menjunjung tinggi norma-norma keagamaan dan norma-norma kesusilaan. Bahkan, Ketua Komite III DPD, Fahira Idris menyanyangkan pemberian izin tersebut.
“Makanya saya mendesak Kemenhub sebagai pemegang otoritas harus menjamin bahwa komitmen maskapai ini untuk menghadirkan pramugari berseragam sopan tidak dilanggar. Jika komitmen ini, termasuk janji mereka menyajikan makanan halal dilanggar, sanksinya harus yang paling tegas yaitu pencabutan izin. Ini konsekuensi dari sebuah komitmen,” ujar Fahira Idris, di Jakarta (25/8).
Etika bisnis
Beberapa pihak merasa khawatir, apabila pemerintah tetap membiarkan maskapai Vietjet tersebut beroperasi maka akan menimbulkan gerakan penolakan massal yang berujung pada aksi protes khususnya komunitas kagamaan dan menimbukan sikap antipati terhadap pemerintah.
Strategi bisnis maskapai yang menjadikan ‘pramugari berbini’ sebagai tools marketing utama dinilai sama sekali tidak sesuai dengan etika bisnis penerbangan, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia.
“Walau mereka berjanji tidak akan ada pramugari berbikini, tetapi prinsip bisnis mereka secara global yang menjadikan tubuh perempuan sebagai tools marketing sangat tidak etis. Bisnis bukan hanya soal profit tetapi juga harus ada etika, apalagi ini bisnis transportasi yang terkait langsung dengan publik,” pungkas Senator Jakarta ini.
Sebagai informasi maskapai asal Vietnam tersebut akan meresmikan penerbangan langsung Jakarta-Ho Chi Minh City yang akan dimulai pada 20 Desember 2017 mendatang. Saat ini, maskapai ‘bikini’ asal Vietnam tersebut mengoperasikan 45 pesawat Airbus tipe A320 dan A321 yang melayani sekitar 350 penerbangan setiap harinya, seperti Hong Kong, Singapura, Taiwan, China, Thailand, Myanmar, Malaysia, Kamboja dengan lebih dari 40 juta penumpang. VietJet juga maskapai pertama Vietnam yang menawarkan biaya murah (Low Cost Carrier/LCC) yang menawarkan penerbangan generasi baru. Sumber