Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017 tentang Ormas yang diterbitkan pemerintah melahirkan polemik. Melalui Perppu ini, prosedur tata cara pembubaran ormas menjadi berubah. Kalau dulu untuk membubarkan ormas mesti mengajukan ke pengadilan. Jika sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, ormas tersebut langsung dibubarkan pemerintah. Sekarang, dengan Perppu ini menjadi sebaliknya, pembubaran ormas dapat dilakukan langsung pemerintah.
Wakil Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Fahira Idris menilai, lahirnya Perppu tersebut justru menimbulkan kontroversi dan kegaduhan baru. Kata Fahira, hal ini juga menunjukkan bahwa rezim saat ini suka menempuh jalan pintas dan sporadis dalam menyelesaikan berbagai persoalan bangsa, walau cara pintas tersebut berpotensi melanggar prinsip-prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara yang sudah kita sepakati bersama sejak reformasi yaitu demokrasi.
Menurut senator DKI Jakarta ini, Publik tidak bisa disalahkan jika menganggap Perppu Ormas menyemai benih-benih otoriter. “Dalam negara demokrasi hanya lembaga peradilan yang paling obyektif memutuskan sebuah tindakan itu pelanggaran hukum atau tidak, bukan Pemerintah. Oleh karena itu, membubarkan ormas lewat pengadilan menjadi konsekuensi jika bangsa ini ingin tetap teguh memegang prinsip demokrasi,” Ujarnya.