Tanpa Muhammadiyah, NU, dan PGRI, Program POP Dikhawatirkan Tidak Optimal
Senator Dapil DKI Jakarta
Senator Dapil DKI Jakarta

Tanpa Muhammadiyah, NU, dan PGRI, Program POP Dikhawatirkan Tidak Optimal

Jakarta, 27 Juli 2020—Mundurnya tiga pemangku kepentingan utama dunia pendidikan Indonesia yaitu Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (NU), dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dari Program Organisasi Penggerak (POP) menandakan ada persoalan serius dalam proses seleksi dan implementasi program yang digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini. Program POP yang sebenarnya sebuah terobosan dikhawatirkan kehilangan makna dan tidak berjalan optimal tanpa peran serta Muhammadiyah, NU, dan PGRI yang kiprah dan sumbangsihnya terhadap kemajuan pendidikan negeri ini tidak perlu diragukan lagi.

Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan, dalam berbagai bidang kehidupan di negeri ini terutama kemajuan pendidikan, negeri ini sangat membutuhkan dukungan Muhammadiyah dan NU termasuk juga PGRI. Puluhan tahun bahkan sebelum negeri ini merdeka, organisasi-organisasi ini terutama Muhammadiyah dan NU sudah berjibaku mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam lintasan sejarah dan zaman, banyak para pemimpin negeri ini juga lahir dari didikan Muhammadiyah dan NU. Fahira khawatir sebagus apapun program POP ini tanpa peran serta Muhammadiyah dan NU serta PGRI tidak akan berjalan optimal. Oleh karena itu, sebaiknya Kemendikbud menunda dulu program ini untuk menampung aspirasi, meminta masukan, melakukan evaluasi dan mencari solusi terhadap keluhan atau keberatan yang diajukan Muhammadiyah, NU, dan PGRI.

“Jadi, terutama dalam dunia pendidikan, negeri ini yang membutuhkan Muhammadiyah, NU, dan PGRI. Jadi jangan dibalik. Karena tanpa program apa pun, Muhammadiyah, NU, dan PGRI memang ‘khittah’ nya mencerdaskan kehidupan bangsa dan ini sudah dilakukan bahkan jauh sebelum negeri ini merdeka,” tukas Fahira Idris di Jakarta (27/7).

Tanpa bermaksud mengabaikan sumbangsih organisasi kemasyarakatan lain yang lolos dalam POP, tetapi kehadiran Muhammadiyah, NU, dan PGRI, dengan kekuatan infrastruktur pendidikan, SDM, keluasan jaringan hingga ke seluruh Indonesia, menurut Fahira, justru akan membuat program POP ini berjalan lebih optimal.

“Jadi sebenarnya program POP ini yang membutuhkan Muhammadiyah, NU, dan PGRI. Bukan sebaliknya. Makanya lebih baik ditunda dulu saja sembari meminta masukan sebanyak mungkin dari semua pemangku kepentingan agar mendapat solusi terbaik,” ujarnya.

Menurut Fahira, mundurnya Muhammadiyah, NU, dan PGRI menandakan ada persoalan serius dari program ini. Persoalan yang sifatnya sangat prinsipil hingga akhirnya membuat ketiga ormas ini mundur dari program yang sebenarnya cukup bagus untuk memajukan dunia pendidikan Indonesia. Namun program sebagus apapun tentunya harus juga diimplementasikan dengan menerapkan kaidah-kaidah yang mengedepankan transparansi, integritas, dan kredibilitas.

“Saya berharap Kemendikbud membuka dialog terutama dengan Muhammadiyah, NU, dan PGRI dan pemangku kepentingan pendidikan lainnya. Bagaimanapun juga, kemajuan pendidikan di negeri ini tidak bisa dilepaskan organisasi-organisasi ini. Mereka sudah puluhan tahun berkiprah dan teruji mencerdaskan kehidupan bangsa ini sehingga kaya akan pengalaman, punya SDM yang mumpuni, serta infrastruktur dan jaringan hingga ke pelosok negeri,” pungkas Senator Jakarta ini. #

Related Posts

Leave a Reply

Sampaikan aspirasimu!