Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris menegaskan bahwa budaya dan kearifan lokal Indonesia merupakan elemen penting dalam memperkuat implementasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Menurutnya, di tengah derasnya arus globalisasi dan perubahan sosial yang cepat, budaya lokal menjadi jangkar moral dan identitas yang menjaga agar nilai-nilai Pancasila tetap hidup dan relevan.
“Budaya dan kearifan lokal bukan hanya warisan sejarah, tetapi juga sumber nilai yang memperkuat pengamalan Pancasila. Dari budaya gotong royong, musyawarah, toleransi, hingga penghormatan terhadap keberagaman, semuanya adalah nilai Pancasila yang sudah lama dipraktikkan masyarakat kita,” ujar Fahira Idris dalam kegiatan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI (Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika) di Kawasan Kartini, Jakarta Pusat, Jumat (12/12).
Menurut Senator Jakarta ini, masyarakat Indonesia sesungguhnya telah mempraktikkan nilai-nilai Pancasila jauh sebelum rumusan resminya lahir pada tahun 1945. Nilai-nilai itu hidup dalam kearifan lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi. Fahira Idris mengungkapkan, bahwa tradisi gotong royong yang ditemukan hampir di seluruh penjuru Nusantara merupakan wujud nyata dari Sila Kedua dan Sila Ketiga karena mencerminkan semangat kemanusiaan, kebersamaan, dan persatuan. Tradisi musyawarah kampung dan rembuk warga yang masih dijaga di berbagai daerah juga menjadi bentuk paling asli dari Sila Keempat, di mana keputusan diambil secara bijak melalui dialog dan kesepakatan bersama.
Bahkan penghormatan terhadap alam dengan menjaga kelestarian lingkungan, adat, dan para tetua, yang menjadi bagian kuat dalam budaya banyak suku di Indonesia, mencerminkan nilai Sila Pertama dan Sila Kelima atau nilai tentang ketuhanan, keseimbangan, keadilan, serta tanggung jawab moral terhadap lingkungan dan sesama.
Fahira Idris juga mengingatkan bahwa tantangan terbesar saat ini adalah derasnya pengaruh budaya luar yang dapat mengikis nilai-nilai lokal jika tidak dibarengi penguatan karakter kebangsaan. “Globalisasi harus disambut, tetapi identitas bangsa tetap harus dijaga. Kita bisa modern tanpa kehilangan akar. Kita bisa maju tanpa meninggalkan nilai-nilai luhur budaya,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Fahira juga mendorong pemerintah daerah, komunitas seni, sanggar budaya, dan lembaga pendidikan untuk terus menghidupkan kegiatan budaya sebagai bagian dari pendidikan karakter berkelanjutan. Budaya dan kearifan lokal, lanjutnya, adalah benteng persatuan yang membuat Indonesia tetap rukun meski sangat beragam.
“Pancasila akan semakin mudah diimplementasikan jika kita merawat dan memajukan budaya dan kearifan lokal. Budaya adalah perekat bangsa, jati diri Indonesia, dan sumber kekuatan moral untuk menghadapi masa depan,” pungkasnya. #





