Jakarta, 4 Mei 2020— Pemerintah melalui Menko Polhukam Mahfud Md tengah memikirkan adanya relaksasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) karena banyaknya keluhan dari masyarakat. Namun wacana ini mendapat respon beragam dari berbagai pihak. Pasalnya saat ini kurva paparan Covid-19 di Indonesia belum turun secara drastis termasuk di daerah-daerah yang menerapkan PSBB.
Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan, memang selama penerapan PSBB terjadi pelambatan jumlah kasus di beberapa daerah, tetapi bukan berarti ini menjadi celah untuk merelaksasi atau melonggarkan PSBB. Justru dengan adanya pelambatan ini, penerapan PSBB harus semakin diperkuat terutama dalam penegakkan aturan agar semuah elemen semakin disiplin.
“Justru saat terjadi pelambatan seperti ini, PSBB harus semakin diperkuat agar benar-benar terjadi penurunan yang drastis bahkan mudah-mudahan bisa nol kasus. Setelah kita semua benar-benar bisa mewujudkan itu, silahkan saja jika ada wacana ingin melonggarkan PSBB. Itupun harus dilakukan secara matang, tepat, dan bertanggungjawab agar tidak muncul kasus-kasus atau bahkan claster baru,” ujar Senator Jakarta ini di Jakarta (4/5).
Menurut Fahira, jika pun nanti terjadi penurunan drastis bahkan nol kasus penularan, yang paling berhak mengajukan pelonggaran adalah kepala daerah, bukan atas inisiatif Pemerintah Pusat. Ini karena kepala daerah lah yang paling memahami kondisi daerahnya masing-masing. Kepala daerah juga yang menjadi penanggungjawab utama pelaksanaan PSBB. Sehingga kepala daerah lah yang paling paham setiap denyut perkembangan penanggulangan dan pencegahan Covid-19 di wilayahnya.
Terkait adanya keluhan masyarakat selama penerapan PSBB yang merasa terkekang dan tertekan, Fahira menilai hal ini sesuatu yang wajar dan harus dipahami. Setelah berpuluh-puluh tahun bebas beraktivitas, kini masyarakat harus berdiam diri di rumah dan hanya keluar rumah jika ada keperluan penting dan mendesak, itu pun harus mengikuti protokol kesehatan yang ketat. Terganggungnya ekonomi akibat wabah ini juga menjadi hal yang tidak mungkin dapat dihindari dan ini dialami semua negara dan masyarakat di seluruh dunia.
Namun, kebijakan PSBB ini—bahkan di beberapa negara lain menerapkan lockdown atau karantina wilayah—harus diambil demi keselamatan kita bersama. Bagi Fahira, kebijakan PSBB yang masih memberi ruang bagi masyarakat beraktivitas termasuk aktivitas ekonomi tetapi dibatasi secara ketat membutuhkan durasi lebih dari 14 hari jika ingin memberi dampak signifikan terhadap penurunan angka paparan Covid-19. Namun, penurunan signifikan bahkan nol kasus hanya bisa terjadi jika semua elemen baik pemerintah maupun masyarakat konsisten.
“Pemerintah baik di Pusat maupun daerah konsisten dalam menerapkan PSBB atau tidak melonggarkan penerapannya sebelum kasus benar-benar turun atau nol kasus. Sementara masyarakat patuh dan disiplin menjalankan aturan PSBB dan protokol kesehatan Covid-19. Karena selama wabah ini masih berlangsung di tengah-tengah kita, maka bukan hanya ekonomi kita yang terganggu, tetapi nyawa kita juga terancam. Untuk itu, kita memang harus mundur dulu selangkah (menjalankan PSBB dengan konsisten) agar ke depan kita bisa maju dua langkah sehingga ke depan aktivitas kita terutama ekonomi perlahan bisa pulih,” pungkas Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI ini. #