Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang membidangi soal pendidikan dan keagamaan meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengklarifikasi secara resmi pernyataannya yang menyatakan akan menghilangkan pendidikan atau mata pelajaran agama di dalam kelas karena siswa akan mendapatkan pendidikan agama di luar kelas mulai dari Madrasah Diniyah, masjid dan tempat ibadah lainnya.
Kebijakan ini, seiring dengan diberlakukannya kebijakan sekolah lima hari di mana kegiatan belajar mengajar juga akan dilakukan di luar sekolah.
“Wacana ini (penghapusan pendidikan agama di dalam kelas) simpang siur, padahal ini sensitif. Kami meminta Mendikbud segera mengklarifikasinya secara jelas dan komprehensif. Jangan sampai ini jadi kegaduhan baru. Kalau melihat kondisi bangsa saat ini, harusnya pendidikan agama ditambah, baik sebagai mata pelajaran wajib di dalam kelas maupun sebagai kegiatan belajar mengajar di luar kelas atau ekstra kurikuler,” ujar Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (14/6).
Fahira mengungkapkan, setiap kebijakan pendidikan di Indonesia harus merujuk kepada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional di mana poin pertama dari 13 strategi pembangunan pendidikan nasional yaitu pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia, yang kemudian diikuti strategi lainnya yakni pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi, proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis, dan strategi lainnya. Artinya, pendidikan agama merupakan bagian tak terpisahkan dari pembaharuan dan pembangunan pendidikan nasional.
“Jadi tidak mungkin pendidikan agama di dalam kelas dihapuskan karena akan bertentangan dengan undang-undang. Inisiatif menjadikan pendidikan agama sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler mulai dari madrasah diniyah, pesantren kilat, ceramah keagamaan, baca tulis Al Quran dan kitab suci lainnya sangat baik. Namun, bukan berarti pelajaran agama di dalam kelas jadi dihilangkan. Malah pendidikan agama di dalam kelas menjadi penguat kegiatan ekstrakurikuler keagamaan sehingga nilai-nilai agama jadi pondasi anak-anak kita,” jelas Senator Jakarta ini.
Malah seharusnya, lanjut Fahira, melihat kondisi bangsa saat ini, di mana terdapat anak-anak usia sekolah yang melakukan tindakan tidak terpuji terhadap ritual agama lain terutama di media sosial, Mendikbud harus segera memformulasikan pengayaan sistem pendidikan agama yang mampu menjadikan peserta didik menjadi pribadi bertakwa dan berakhlak mulia, menjadi manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial.
“Termasuk metode pengajarannya. Guru agama tidak hanya dituntut menguasai materi pembelajaran yang akan disampaikan akan tetapi juga harus menggunakan metoda dan teknik yang tepat sehingga para peserta didik tetap kondusif dan menyenangkan,” demikian Fahira.