Kampanye Hanya Boleh di Kampus Bukan Sekolah, Fahira Idris: Kebijakan Tepat
Senator Dapil DKI Jakarta
Senator Dapil DKI Jakarta

Kampanye Hanya Boleh di Kampus Bukan Sekolah, Fahira Idris: Kebijakan Tepat

Komisi Pemilihan Umum (KPU) tengah merevisi  Peraturan KPU tentang kampanye Pemilu 2024 yang lebih detail pasca keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan kampanye di fasilitas pendidikan.

Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris mengungkapkan, rambu-rambu kampanye di lembaga pendidikan memang perlu diatur secara lebih terperinci agar berjalan baik dan sesuai tujuannya yaitu pendidikan politik bagi pemilih muda. Salah satu yang perlu diatur secara jelas adalah kategori atau tingkatan lembaga pendidikan mana saja yang dibolehkan menggelar kampanye. Mengingat frasa ‘lembaga pendidikan” dalam putusan MK, bisa berarti lembaga pendidikan formal mulai dari sekolah (PAUD, TK, SD, SMP, SMA) hingga perguruan tinggi (universitas, institut, politeknik, sekolah tinggi, akademi, dan akademi komunitas).

“Hemat saya, rancangan Peraturan KPU yang hanya membolehkan perguruan tinggi sebagai tempat kampanye adalah kebijakan yang sangat tepat. Kita tahu bersama anak PAUD hingga SMP belum mempunyai hak pilih. Sementara siswa SMA hanya sebagian yang memiliki hak pilih. Sedangkan jika di perguruan tinggi, dipastikan semua mahasiswa memiliki hak pilih sehingga tepat dijadikan tempat berkampanye para peserta pemilu. Selain itu, perguruan tinggi adalah panggung akademik sehingga menjadi tempat paling tepat menguji gagasan para peserta pemilu terutama para capres,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (8/9).

Selain soal kategori lembaga pendidikan, aturan lain yang perlu diperinci adalah soal syarat administrasi, waktu dan metode kampanye serta prinsip keadilan. Untuk soal administrasi selain peserta pemilu dilarang membawa atribut saat berkampanye, perlu juga ditekankan soal perizinan. Apakah hanya rektor yang berhak memberi izin atau dibolehkan juga dekan fakultas masing-masing. Untuk soal perizinan ini, menurut Fahira Idris, perguruan tinggi perlu membuat tim khusus agar jadwal kampanye antarpeserta di sebuah kampus tidak bertabrakan.

Waktu dan metode kampanye juga perlu ditetapkan secara tegas agar tidak mengganggu proses perkuliahan. Waktu yang paling ideal bisa dilakukan di akhir minggu. Sedangkan metode kampanye yang paling relevan digelar di kampus adalah panggung debat, pertemuan tatap muka dan terbatas, bukan rapat umum atau pengumpulan massa.

Selain itu yang juga tidak kalah penting diatur adalah prinsip keadilan kampanye di kampus. Artinya, semua peserta pemilu harus mendapat perlakuan setara. Kampus dalam hal ini rektorat tidak boleh hanya memberikan ruang kampanye kepada satu atau dua peserta pemilu saja. Semua peserta pemilu harus diberi kesempatan yang sama menyampaikan gagasan di kampus.

“Dengan dibolehkannya kampus menjadi arena kampanye, Pemilu 2024 ini akan lebih bermakna karena akan diwarnai adu gagasan. Ini karena, saat berkampanye di kampus, para peserta pemilu terutama para capres/cawapres diharuskan membawa rekam jejak dan gagasan yang kemudian akan diuji oleh civitas akademika dalam forum ilmiah,” pungkas Senator Jakarta ini. #

Related Posts

Leave a Reply

Sampaikan aspirasimu!