Ketua Komite III DPD RI, Fahira Idris, mengatakan ada celah untuk Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) jika membatalkan Hak Guna Bangunan (HGB) di pulau reklamasi. Sebab itulah, lanjut dia, pihak yang memiliki kewenangan terkait HGB semestinya mau mengkaji lebih mendalam permintaan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, terkait pembatalan HGB di Pulau Reklamasi.
“Sebenarnya ada celah hukum pembatalan pulau-pulau reklamasi,” ujar dia dalam keterangan tertulis, Senin (15/1).
Senator asal DKI Jakarta ini menilai, Peraturan Menteri (Permen) ATR atau BON Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelola bisa menjadi pegangan. Menggunakan Permen tersebut, lanjut dia, BPN bisa menganulir pemberian hak atas tanah negara jika terdapat cacat administrasi.
Sedangkan HGB yang diterbitkan di pulau-pulau reklamasi, Fahira menilai ada tahapan yang dilompati. Pasalnya, lanjut dia, HGB diterbitkan saat dua Raperda Reklamasi yakni Rancangan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dan Rancangan Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil belum diterbitkan. “Celah hukum pembatalannya ada, tinggal mau menggunakan atau tidak,” kata dia.
Sebab itulah, Fahira mempertanyakan kenapa BPN enggan menggunakan pembatalan HGB dengan celah hukum tersebut. Padahal, Pemprov DKI Jakarta sudah bersedia menerima konsekuensi dari pembatalan tersebut. “Menghentikan reklamasi ini bukan hanya pekerjaan berat, tetapi juga pekerjaan besar. Banyak pihak yang harus disadarkan bahwa reklamasi ini bermasalah,” singgung dia.
Fahira mengatakan, dia tidak bosan untuk mengingatkan kembali pihak-pihak yang berkeras agar reklamasi harus dilanjutkan. Isu proyek tersebut, lanjut dia, tak lagi isu elitis yang dipahami segelintir orang. Pasalnya isu tersebut sudah menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan, bahkan di ‘warung kopi’ sekalipun.
“Warga Jakarta sudah resah, warga sudah paham apa yang terjadi. Kepentingan siapa yang dilindungi dalam proyek ini. Kerusakan lingkungan seperti apa yang sudah dan akan dihasilkan, pelanggaran dan penerabasan hukum seperti apa yang sudah terjadi, dan dibiarkan begitu saja dalam proyek ini,” ujarnya. Republika