Saya mendapat pertanyaan dari salah seorang rekan jurnalis terkait hasil penelitian Setara Institute baru-baru ini. Hasil survei ini menyebutkan DKI Jakarta menjadi kota di Indonesia yang mendapatkan peringkat pertama dengan katagori toleransi rendah pada 2017. Hal ini merupakan imbas dari Pilkada DKI Jakarta yang dimenangkan pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Namun apakah benar Jakarta krisis toleransi?
Saya melihat hingga detik ini tidak ada masalah toleransi yang serius di Jakarta. Coba kita kilas balik ke belakang, ada tidak umat agama tertentu yang dilarang beribadah atau etnis tertentu tidak mendapatkan pelayanan publik yang adil di Jakarta? Tidak ada!
Dari amatan saya, Jakarta mulai dilabeli tidak toleran saat dan pascapilkada 2017 kemarin. Kalau hanya karena mayoritas warga Jakarta yang muslim memilih pemimpin muslim dianggap tidak toleran, ini salah kaprah. Memilih pemimpin yang seakidah dijamin konstitusi. Persoalan terbesar kota Jakarta itu kesenjangan yang begitu luar biasa yang menyebabkan lahirnya berbagai persoalan terutama sosial dan ekonomi. Jadi pandangan Saya tidak ada masalah toleransi yang serius di Jakarta.
Mari kita semua, warga Jakarta pada khususnya, mulai memandang kedepan, hilangkan sentimen-sentimen negatif ketika pilkada lalu, sungguh kemajuan, kebahagiaan, dan kesejahteraan warga Jakarta adalah di atas segala kepentingan lainnya.