Jakarta, 16 Juni 2020—Keputusan Pemerintah lewat Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri tentang panduan penyelenggaraan pembelajaran pada tahun ajaran dan tahun akademik baru di masa pendemi Covid-19 yang melarang satuan pendidikan yang berada di zona kuning, zona oranye, zona merah melakukan pembelajaran tatap muka adalah kebijakan tepat. Namun, dengan diperpanjangnya program belajar dari rumah (BDR) berbagai pekerjaan rumah dunia pendidikan juga harus segera diselesaikan. Salah satunya menemukan solusi bagi sekolah dan siswa di berbagai daerah yang tidak punya akses listrik dan internet.
Anggota DPD RI Fahira Idris mengapresiasi keputusan Pemerintah yang akan memulai tahun ajaran baru dengan melanjutkan BDR dan hanya mengizinkan pembukaan sekolah atau belajar tatap muka di zona hijau tetapi harus memenuhi banyak persyaratan termasuk menjadikan izin orang tua peserta didik sebagai pertimbangan. Keputusan ini dinilai sangat tepat dan bijak mengingat hingga saat ini semua negara di dunia belum tahu kapan pandemi ini akan berakhir. Bahkan di beberapa negara yang mengklaim sudah mampu mengendalikan transmisi virus corona dan membuka kembali sekolah terjadi kasus baru yang mengakibatkan sekolah kembali tertutup.
“Saya mengapresiasi keputusan ini. Kita tidak punya pilihan lain selain menjadikan kesehatan dan keselamatan sebagai prioritas pertama dan utama di dunia pendidikan saat ini. Namun dengan diperpanjangnya BDR, kita juga harus segera mencari solusi bagi anak-anak kita di berbagai daerah yang tidak mempunyai akses listrik dan internet. Keterbatasan mereka harus segera kita retas agar hak mereka mendapat pendidikan yang merupakan amanat konstitusi tetap dapat dipenuhi,” ujar Fahira Idris, di Jakarta (16/5).
Fahira mengungkapkan hingga saat ini masih banyak sekolah atau satuan pendidikan dan peserta didik yang memiliki hambatan untuk mengimplementasikan BDR. Mulai dari sekolah belum tersentuh listrik dan internet sampai satuan pendidikan yang sudah mendapatkan akses listrik tetapi belum dapat mengakses internet. Hambatan yang sama dialami oleh para peserta didik di mana sekolah tersebut berada. Hambatan ini karena di daerah tersebut infrastruktur listrik dan jaringan telekomunikasi baik jaringan telepon maupun internet belum tersedia. Jika pun tersedia, aksesnya sangat terbatas. Pandemi ini, lanjut Fahira, idealnya menjadi evaluasi bagi fokus pembangunan infrastruktur yang selama ini gencar dilakukan Pemerintah yaitu dengan memprioritaskan pembangunan infrastruktur energi dan telekomunikasi di daerah-daerah.
“Hambatan ini harus segera dicari solusinya karena kita tidak tahu kapan pandemi ini berakhir dan anak-anak bisa kembali belajar sekolah. Sementara hak anak-anak mendapat pengajaran di masa pandemi ini harus dipenuhi karena merupakan amanat konstitusi. Walau ada otonomi daerah, tetapi saya berharap Pemerintah Pusat ‘mengintervensi’ persoalan penting ini untuk memastikan anak-anak di daerah di mana akses listrik dan internet belum mumpuni, tetapi tetap dapat belajar dengan baik,” pungkas Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI ini. #