Masuk Fase Pelaksanaan, Ini 6 Rekomendasi Fahira Idris untuk Penyelenggaraan Haji
Senator Dapil DKI Jakarta
Senator Dapil DKI Jakarta

Masuk Fase Pelaksanaan, Ini 6 Rekomendasi Fahira Idris untuk Penyelenggaraan Haji

Penyelenggaraan ibadah haji tahun 2025 telah memasuki fase pelaksanaan dengan keberangkatan jemaah ke Tanah Suci. Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris mengingatkan pentingnya aspek teknis dan praktis kualitas layanan bagi jemaah haji.

Menurutnya Senator Jakarta ini, fase pelaksanaan haji adalah momen krusial yang menentukan kualitas akhir pengalaman ibadah jemaah. Oleh karena itu, meski persiapan telah dilakukan, penyelenggara harus tetap bersiaga dalam melakukan koreksi cepat, adaptasi situasional, dan perbaikan konkret.

“Ibadah haji adalah ibadah fisik dan spiritual yang membutuhkan kolaborasi semua pihak yakni pemerintah, petugas, dan jemaah. Dengan ikhtiar bersama dan evaluasi harian yang cermat, kita doakan bersama penyelenggaraan haji 2025 berjalan lebih baik, lebih tertib, dan lebih bermakna bagi seluruh jemaah,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (23/5).  

Setidaknya, lanjut Fahira Idris, terdapat enam catatan dan rekomendasi yang patut mendapat perhatian penyelenggaraan haji yang saat ini sudah mulai masuk dalam fase pelaksanaan. Pertama, monitoring ketat kesehatan jemaah, terutama lansia. Mengingat proporsi jemaah lanjut usia cukup besar, maka pemantauan kondisi kesehatan harus dilakukan secara intensif, antara lain memaksimalkan penggunaan sistem tracking kesehatan jemaah berbasis digital (seperti wearable device atau aplikasi pelaporan cepat).

“Penting menambah frekuensi pemeriksaan kesehatan berkala di penginapan dan pos layanan kesehatan, tidak hanya menunggu laporan sakit. Petugas kesehatan lapangan juga perlu diperkuat jumlah dan mobilitasnya, terutama di titik-titik rawan kelelahan seperti Armuzna dan Masjidil Haram,” kata Fahira Idris.

Kedua, efektivitas skema pergerakan. Skema murur sebagai upaya inovatif patut diapresiasi, namun perlu dipastikan implementasinya tidak menimbulkan kebingungan di kalangan jemaah. Oleh karena itu, harus dipastikan seluruh petugas lapangan memahami SOP skema murur dan dapat menjelaskan kepada jemaah dengan jelas dan ringkas. Penting juga diterapkan sistem real-time update lokasi dan waktu keberangkatan bus agar jemaah tidak menunggu terlalu lama.

Ketiga, efektivitas petugas haji. Sebagai ujung tombak pelayanan, sistem pelaporan dan evaluasi petugas berbasis feedback jemaah yang dapat dikumpulkan setiap hari (melalui aplikasi atau kuisioner singkat di pemondokan), harus diperkuat.  Selain itu, evaluasi harian internal antar petugas menjadi kewajiban agar setiap kendala hari itu langsung dicarikan solusi. Petugas juga harus proaktif mendeteksi jemaah yang kesulitan.

Keempat, kelayakan/ketepatan pelayanan konsumsi dan akomodasi. Selain makanan tiba tepat waktu dan layak konsumsi, khususnya dalam suhu ekstrem di Arab Saudi, soal rasa, jumlah, atau variasi makanan juga harus mendapat perhatian penuh. Akomodasi di Makkah dan Madinah juga perlu terus diawasi kebersihannya dan kesesuaiannya dengan jumlah jemaah. Jika ada overload kamar, segera distribusikan ulang atau alihkan ke hotel cadangan.

Kelima, bimbingan manasik harus tetap berlanjut meski di fase pelaksanaan.  Fahira Idris berharap disediakan waktu dan ruang bimbingan ringan secara informal, misalnya saat antre bus atau di lobi hotel, dengan metode singkat dan interaktif. Penting juga mendukung jemaah dalam menjaga kekhusyukan ibadah, misalnya dengan membatasi penggunaan gawai selama di tempat suci kecuali untuk keperluan penting.

Keenam, respons cepat laporan darurat. Dengan jutaan jemaah, insiden seperti tersesat dan kehilangan barang bisa terjadi. Untuk itu, perlu ada pemetaan zona-zona rawan kehilangan dan sediakan petunjuk lokasi serta titik temu yang mudah dikenali.

“Artinya pusat layanan pengaduan hadir 24 jam dengan tim mobile yang siap merespons dalam waktu yang singkat,” pungkas Fahira Idris. #

Related Posts

Leave a Reply

Sampaikan aspirasimu!