Pimpinan Rapat Komite I DPD RI, Fahira Idris : Lawan Mafia Tanah!
Senator Dapil DKI Jakarta
Senator Dapil DKI Jakarta
Hari ini Saya pimpin Rapat Komite I DPD RI menerima audiensi Forum Korban Mafia Tanah (FKMT) membahas permasalahan konflik pertanahan.

Pimpinan Rapat Komite I DPD RI, Fahira Idris : Lawan Mafia Tanah!

Hari ini Saya pimpin Rapat Komite I DPD RI menerima audiensi Forum Korban Mafia Tanah (FKMT) membahas permasalahan konflik pertanahan.

Kasus-kasus atas sengketa pertanahan kian marak. Masih terusnya meningkat konflik tanah sekarang ini, adalah akibat kombinasi dari tidak adanya upaya untuk menyelesaikan konflik-konflik tersebut secara sitematis. Terutama dalam rangka pemenuhan rasa keadilan & hak asasi para korban di satu sisi. Ada beberapa penyebab utama yang menimbulkan konflik atas tanah semakin meningkat antara lain sebagai berikut:

  1. Adanya mafia tanah yang bermain dalam pendaftaran tanah. Artinya bahwa ada seseorang/ sekelompok orang yang berusaha mencari keuntungan dengan cara melakukan pemalsuan, menggugat pemilik tanah yang berhak, membuat keterangan palsu, jual beli bodong (tanpa legalitas yang jelas), ataupun perampasan hak ganti rugi dari pemilik tanah yang berhak.
  2. Minimnya pengetahuan pertanahan, dalam hal ini seseorang yang ingin mendaftarkan tanah miliknya agar mendapatkan sertifikat atas haknya harus benar-benar mengetahui bagaimana proses yang harus dilakukan ataupun dilalui untuk melakukan pendaftaran tanah tersebut.
  3. Tingginya kasus sengketa tanah selama ini sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari lemahnya perlindungan Negara terhadap hak dan akses rakyat akan lahan dan sumber daya alam lain sebagai bagian dari hak ekonomi, sosial, dan budaya yang dijamin konsitusi.
  4. Posisi rakyat semakin lemah karena lahan yang mereka kuasi tak semuanya bersertifikat. Kalaupun ada sertifikat, membuktikan bahwa sertifikat yang dikeluarkan oleh instansi resmi (dalam hal ini BPN) saja tidak lantas menjamin tidak ada persoalan.
  5. Kebijakan pertanahan di Indonesia sebenarnya sudah lama diformulasikan dalam Undang-undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria atau yang lebih dikenal dengan sebutan UUPA (Undang undang Pokok Agraria) yang melandaskan diri pada pasal 33 ayat (3) Undang Undang Dasar 1945. Hal ini didukung dengan peraturan yang telah dikeluarkan sehubungan dengan pendaftaran tanah, yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia tentang Pendaftaran Tanah disebut bahwa Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan- satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Ada beberapa Modus modus Mafia Tanah:

Modus Pertama. Penggunaan hak-hak tanah yang sudah tidak diatur atau penggunaan hak hak sertifikat lama yang sudah tidak diatur lagi dalam hukum, semisal girik dan sebagainya yang jadi tanda kepemilikan tanah. Hak-hak lama ini masih gentayangan, ada peraturan pemerintah (Perppu) yang sudah membatalkan hak-hak lama kepemilikan tanah itu. Namun, pengadilan seringkali mengabaikan Perppu itu. Ataupun ada pihak yang mencari celah dengan melakukan claim kepemilikan.

Modus Kedua. Pemalsuan dokumen kepemilikan tanah. Salah satu praktik pemalsuan dokumen itu adalah dengan mencelupkan dokumen tanah palsu ke dalam air teh agar terlihat seperti dokumen lama. Diperlukan adanya sinkronisasi Pemda terkait Data Aset Tanah untuk Bangunan Rumah Kementerian ATR/BPN sebagai mekanisme untuk mencegah penggunaan dokumen palsu,

Modus Ketiga. Menggugat kepemilikan tanah di pengadilan. Dengan manuver tertentu, mafia tanah dapat dengan mudah mengajukan argumentasi agar putusan pengadilan memihak kepada pihaknya.

Saya sangat prihatin atas pengaduan dan aspirasi dari FKMTI Forum Korban Mafia Tanah Indonesia, yang semakin membuka mata kita bahwa kasus-kasus praktik mafia pertanahan di Indonesia semakin memprihatinkan, hal ini merupakan masukan positif bagi pemerintah untuk segera memperbaiki penegakan hukum di bidang pertanahan agar tidak terus terjadi kerugian di masyarakat.

Dari sekian kali pengaduan mengenai kasus pertanahan di Indonesia yang masuk dan diadukan di DPD RI baik melalui komite-komite, anggota dewan perorangan, ataupun melalui BAP DPD RI, saya pribadi melihat beberapa kesamaan dan benang merah terkait masalah-masalah pertanahan ini.

Pertama, adalah maraknya klaim yang illegal (tidak berdasarkan hukum), atau “klaim diatas klaim” baik yang dilakukan oleh mafia tanah, maupun perusahaan, atau kelompok tertentu yang berujung pada intimidasi, tekanan ataupun gugatan kepada masyarakat.

Sehingga terjadi bentrokan ataupun posisi pihak masyarakat yang dilemahkan. Seringkali lawan dari masyarakat adalah pihak perusahaan sehingga dengan pasokan modal, perusahaan bisa melakukan penyuapan kepada aparat untuk mendesak masyarakat dari tanah hak miliknya, demi keuntungan korporasi dan perusahaan.

Kedua, mafia tanah yang bermain melakukan pemalsuan, atau claim sepihak terhadap tanah masyarakat dengan dokumen palsu, atau dokumen lama yang tidak berlaku, Pemalsuan dokumen kepemilikan tanah kini semakin marak, mafia tanah bahkan tidak segan menjual tanah dengan dokumen palsu dengan harga miring agar dibeli oleh masyarakat.

Ketiga, lemahnya penegakan hukum dan system pencegahan dari pemerintah untuk mengawasi maraknya mafia di tengah masyarakat, hal ini juga terkait dengan perlindungan tanah tanah adat, dan tanah tanah asli masyarakat, seringkali ada mafia tanah yang mengambil celah keuntungan dari pihak pemerintah maupun perusahaan sehingga masyarakat dirugikan dan terjadi konflik serta gesekan di masyarakat.

Terkait khusus maraknya mafia tanah, ada beberapa hal yang ingin saya himbau kepada masyarakat :

  1. Berhati hatilah ketika ingin membeli atau mengalihkan hak atas tanah, jeli melihat legalitas, keaslian dokumen serta history kepemilikan tanah, gunakan layanan di BPN atau kementrian ATR untuk mengecek keaslian dokumen sebelum membeli.
  2. Lakukan pendaftaran tanah secara sistematis, sesuai undang-undang, catat dan juga lakukan proses transaksi tanah dengan dokumen tertulis, kontrak, atau kuitansi bermaterai ataupun akta yang berkekuatan hukum disaksikan notaris atau pejabat pembuat akta tanah
  3. Waspadai double sertifikat, atau dokumen ganda sebelum membeli dan pastikan objek tanah yang sedang ditransaksikan tidak dalam keadaan sengketa atau berada dalam gugatan.
  4. Libatkan pihak kepolisian, ataupun aparatur masyarakat, seperti RT/RW ataupun lurah ketika mengalami permasalahan, agar dapat diselesaikan secara objektif terbuka, musyawarah dan mendapat perlindungan hukum.

Disisi lain, marak pula permasalahan hukum dimana hak masyarakat tidak diberikan ganti kerugian yang cukup oleh pemerintah ketika tanah digunakan oleh negara untuk pembangunan, seperti pembangunan TOL, fasilitas umum dan lain sebagainya. Dalam beberapa kasus seringpula mafia tanah bermain, menjadi calo ataupun perantara yang melakukan claim ataupun “markup” terhadap harga tanah yang sebenarnya sehingga pemerintah memberikan ganti kerugian yang tidak semestinya kepada pihak yang berhak dan masyarakat dirugikan.

Menyikapi tingginya proses pembangunan infrastruktur di era pemerintahan ini, maka sudah tentu tidak bisa dilepaskan dari upaya pembebasan tanah untuk pembangunan, hal tersebut sangat mungkin menjadi celah yang menggiurkan bagi mafia tanah untuk mengambil keuntungan ditengah masyarakat.

Terkait masalah tersebut saya berharap pemerintah dan stake holder di bidang pertanahan serius melakukan penegakan hukum tanah. Pemerintah hendaknya memberi ganti rugi tanah yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku seperti beberapa peraturan terbaru mengenai ganti kerugian tanah untuk proyek nasional.

  • Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2017 Tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Dalam Rangka Penyediaan Tanah Untuk Proyek Strategis Nasional.
  • Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2018 Tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Dalam Rangka Penyediaan Tanah Untuk Pembangunan Nasional.
  • Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan

Saya juga menghimbau kepada masyarakat, untuk tidak mudah tergiur terhadap iming-iming mafia tanah atau calo yang sekarang makin marak, jaga dokumen tanah dengan baik, atau titipkan kepada notaris maupun pihak yang dipercaya, jangan mudah melepaskan dokumen pertanahan karena rawan disalah gunakan.

Dan saya juga mengingatkan kepada pemerinatah untuk serius menindak mafia tanah, seringkali mafia tanah juga berkerjasama dengan aparatur desa seperti RT/RW/ Lurah camat, hal ini tentu tidak bisa dibiarkan, penindakan hukum kepada mafia tanah atau kelompok yang ingin mengambil keuntungan ditenah hak tanah masyarakat harus segera ditindak.

Dalam Hal ini DPD RI akan bentuk tim analisis dan nantinya akan mengundang pihak-pihak otoritas yang berwenang dalam hal ini Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) termasuk juga komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai langkah strategis mencegah mafia tanah yang berasal dari kalangan birokrat, atau pejabat negara. Kita ingin semua pihak ikut turut serta serius menangani masalah mafia tanah ini.

LAWAN MAFIA TANAH! Kami segenap anggota DPD RI akan terus mengawal permasalahan ini.

Related Posts

Leave a Reply

Sampaikan aspirasimu!