Badan Narkotika Nasional (BNN) telah menyebutkan data kasus narkotika selama Januari sampai Juni 2017 sejumlah 423 kasus dan jumlah tersangka sebanyak 597 orang (5 orang WNA dan 592 WNI). Sementara itu, aset yang telah disita oleh lembaga penegak hukum sebesar Rp. 561,4 Milyar. Angka tersebut meningkat dibanding tahun 2016 yaitu Rp. 279,1 Milyar. Sedangkan kerugian jiwa berupa korban/pemakai yang meninggal sebanyak 40-50 orang per hari.
Merespon maraknya peredaran narkotika, Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris menilai ada tiga pokok permasalahan Narkotika dari hulu ke hilir. Pertama; produksi obat secara illegal yaitu budidaya tanaman bahan baku obat-obatan narkotika dan psikotropika, pengolahan sampai menjadi produk siap konsumsi. Kedua, perdagangan gelap; meliputi pengangkutan, penyelundupan dan perdagangan obat-obatan. Ketiga, penyimpangan pemakaian narkotika.
Senator DKI Jakarta ini menuturkan, implikasi permasalahan narkotika yang multidimensional dalam aspek sosial budaya, ekonomi dan politik ( extra ordinary crime) serta mengancam eksistensi manusia (human security) sebagai komponen vital dalam sebuah negara sehingga dibutuhkan solusi tepat, cepat dan sesuai target pembangunan manusia Indonesia.
Berikut adalah temuan faktual dari hasil pengawasan yang dilakukan oleh DPD RI:
Budidaya tanaman ganja oleh petani lokal yang tidak terkendali
Berdasarkan temuan di daerah, terdapat pemetaan daerah yang memproduksi bahan baku narkotika atau melakukan budidaya tanaman bahan baku narkotika. Fakta menyebutkan peredaran ganja mencapai 61% dibandingkan dengan junis narkotika lainnya. Ganja dikategorikan sebagai narkotika golongan satu, dimana 99% tanaman ganja di Indonesia berasal dari Aceh. Budidaya tanaman ganja oleh petani lokal masih sulit dikendalikan sampai saat ini.
Lemahnya pengawasan dan keamanan di pos lintas batas
Narkotika yang beredar di pasar dalam negeri seringkali berasal dari negara lain yang diselundupkan melalui bandar udara, pelabuhan besar kecil, perbatasan pulau pulau kecil dan terluar. Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau menjadi celah strategis bagi para mafia narkotika untuk mengedarkan narkotika. Temuan di daerah, transaksi ini banyak ditemukan di wilayah pesisir pantai, kawasan wisata dimana terjadi pembauran masyarakat lokal dengan wisatawan asing, pelabuhan kecil dan perairan.
UU Narkotika belum mengakomodasi berbagai jenis Narkotika
Fakta temuan di berbagai daerah dinyatakan bahwa saat ini terdapat 65 jenis narkotika baru di Indonesia yang telah beredar (www.republika.co.id). Cepatnya trend narkotika di kalangan pengguna menyebabkan seringkali muncul narkotika dan jenis prekursor narkotika baru (new psychoactive substances) sebagai trendsetter. Golongan narkotika dan jenis prekursor narkotika baru (new psychoactive substances) yang dilarang penyebarannya di Indonesia dan belum tercantum dalam UU No. 35 Tahun 2009 maupun peraturan perundangan lainnya. Hal ini menunjukkan kelemahan dari perangkat norma hukum tentang narkotika.
Kalangan pelajar dan mahasiswa sebagai pengguna narkotika
Hasil penelitian BNN tahun 2016 menyatakan sebanyak 27,32 % pengguna narkotika berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Angka ini dimungkinkan meningkat dikarenakan beredarnya sejumlah narkotika jenis baru (www.republika.co.id). Ini membuktikan narkotika membidik pelajar bahkan sampai di pelosok daerah sehingga diperlukan pendekatan pendidikan khususnya sosialisasi dan kurikulum bagi pelajar SD, SMP dan SMA. Sedangkan program mahasiwa di Perguruan Tinggi berbentuk sosialisasi, komunitas, seminar dan berbagai kegiatan lainnya dengan bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan.
Pemerataan kelembagaan BNN tingkat Kabupaten/Kota di daerah
Fakta di daerah masih menunjukkan belum meratanya BNN Kabupaten /Kota yang berkedudukan dan menjalankan fungsi tugasnya di ibukota Kabupaten /Kota. Berdasarkan data BNN tahun 2017 menyebutkan bahwa kebutuhan di daerah terbentuk 34 BNNP dan 514 BNNK/Kota sehingga target setiap tahun minimal terbentuk 39 BNNK/Kota. Sampai dengan tahun 2016 sudah terbentuk 33 BNNP dan 145 BNNK/Kota sedangkan yang belum terbentuk sebanyak 1 BNNP dan 369 BNNK/Kota (www.bnn.go.id ).
Lemahnya sistem cegah tangkal narkotika di tingkat akar rumput
Narkotika telah terjadi di semua komponen masyarakat di seluruh daerah di Indonesia. Situasi ini harus diselesaikan oleh pemerintah bersama masyarakat di level akar rumput dengan melibatkan segenap potensi yang ada di masyarakat. Untuk itu diperlukan program mengena masyarakat untuk memutus rantai demand yaitu dengan sistem cegah tangkal di masing-masing Desa. Program ini sebagai bentuk penguatan di level masyarakat dengan menetapkan desa sebagai garda depan pemberantasan Narkoba.
Metode yang dilakukan dengan pembinaan lingkungan, penggiat, pelatihan life skill mendirikan rumah edukasi dengan menjalin kerjasama dengan Komunitas atau Organisasi pegiat gerakan anti narkotika. Program cegah tangkal ini juga dapat menyusun terobosan pemberian sanksi dengan memuat unsur budaya dan adat istiadat sehingga memberikan efek jera pada pengguna maupun pengedar.
Rekomendasi DPD RI
Komite III DPD RI merekomendasikan agar Pemerintah melakukan hal-hal berikut:
- Percepatan program pembangunan (alternatif development) sebagai substitusi pertanian tanaman sumber bahan baku narkotika sekaligus menolak segala aksi yang mengupayakan legalisasi ganja di Indonesia.
- Melakukan pemetaan daerah perbetasan laut dan darat yang dikategorikan rawan transaksi perdagangan gelap narkotika serta meningkatkan sistem pengawasan dan keamanan terpadu bersama pemangku kepentingan lainnya di pos lintas batas darat, dan laut, pelabuhan peti kemas dan bandar udara.
- Mencegah peredaran narkotika jenis baru dan jenis prekursor narkotika baru (new Psycho active substances) melalui perangkat norma hukum yang lebih konfrehensive serta menindak secara tegas industri non farmasi yang dikategorikan melakukan penyimpangan produksi prekursor narkotika baru.
- Program pembinaan berkelanjutan untuk generasi emas Indonesia bebas narkotika melalui disain hukum khusus mencegah penyalahgunaan narkotik dari peserta didik tingkat SD, SMP dan SMA dan mahasiswa perguruan tinggi.
- Percepatan pembentukan lembaga badan narkotika nasional di tingkat provinsi dan badan narkotika nasional di tingkat kabupaten/kota dengan mengendepankan azas pemerataan dan memprioritaskan kabupaten/kota dengan angka penyimpangan narkotika tinggi serta peningkatan capaian target terukur program pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.
- Melibatkan seluruh potensi kekuatan dalam masyarakat sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika dengan menegedanpkan desa sebagai garda depan pemberantasan narkotika di seluruh tanah air melalui edukasi, pembinaan lingkungan, life skill dan sanksi yang memuat unsur budaya dan adat istiadat setempat.