Pancasila dan Kearifan Lokal Jadi Tumpuan Bangun Karakter Anak Bangsa
Senator Dapil DKI Jakarta
Senator Dapil DKI Jakarta
Sosialisasi 4 Pilar DPD RI Fahira Idris

Pancasila dan Kearifan Lokal Jadi Tumpuan Bangun Karakter Anak Bangsa

Anggota MPR RI/DPD RI Fahira Idris mengungkapkan, Pancasila dan nilai-nilai kearifan lokal menjadi solusi berbagai tantangan zaman yang begitu deras menggerus karakter anak bangsa. Kelima sila Pancasila dan keluhuran nilai kearifan lokal adalah perisai bagi negeri ini di tengah laju modernisasi dan globalisasi yang ditopang kemajuan teknologi informasi. Saat ini, Indonesia dihadapkan pada sebuah gerakan masif yang ingin menanamkan paradigma bahwa moral sebagai dasar pembentukan karakter adalah urusan masing-masing yang tidak perlu diatur oleh sebuah ideologi apalagi oleh agama.

“Kenapa Pancasila terasa begitu menyatu, karena digali dari nilai-nilai luhur, pandangan dan kearifan lokal masyarakat di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, di tengah tantangan yang semakin besar saat ini, Pancasila dan kearifan lokal harus menjadi tumpuan untuk membangun karakter anak bangsa terutama di sekolah-sekolah. Melalui pendekatan kearifan lokal, maka nilai-nilai Pancasila yang senafas dengan pandangan dan filosofi masyarakat di sebuah daerah akan lebih efektif dan kuat ditanamkan serta dipraktikkan,” ujar Fahira Idris di sela-sela Sosialisasi Empat Pilar MPR RI (Pancasila, UUD NRI 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI) di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah (10/6) yang dihadiri oleh para guru dari Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) Kabupaten Banyumas.

Menurut Fahira Idris, sangat banyak kearifan lokal dan pandangan hidup masyarakat di seluruh wilayah Indonesia yang bersenyawa dengan nilai-nilai Pancasila salah satu masyarakat Jawa. Ungkapan dan filosofi masyarakat Jawa yaitu “Agama ageman aji” atau agama itu pakaian yang amat berharga bagi manusia” sesuai dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila kedua, Kemanusian yang Adil dan Beradab sangat sesuai dengan ungkapan dan filosofi masyarakat Jawa yaitu “Aja gawe gosonge atine liyan” yaitu jangan membuat terbakar hati orang lain yang maksudnya secara universal adalah jangan suka menyakiti hati orang lain.

Filosofi “Bisa manjing ajur ajer” atau dapat masuk hancur mencair yang dapat diartikan kemampuan untuk dapat menyesuaikan diri dengan situasi lingkungan sekitarnya, hidup berdampingan “guyub rukun” dengan sesamanya di masyarakat. Inilah implementasi nyata dari nilai-nilai sila ketiga Persatuan Indonesia. Sementara nilai-nilai sila keempat sekaligus sila pertama tercerminkan dari ungkapan dan pandangan hidup “Curiga manjing warangka, warangka manjing curiga” yang bermakna hendaknya kita bersatu, bermusyawarah, percaya dan selalu taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Makna lain dari filosofi ini adalah agar dalam masyarakat, manusia dituntut saling menolong, bersatu, dan mau bermusyawarah untuk mencapai mufakat dalam memecahkan suatu masalah.

Untuk sila kelima yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, sangat jelas senafas dengan filosofi “gemah ripah loh jinawi” yang merupakan pandangan hidup dan cita-cita yang mengandung maksud agar negara kita dapat mencapai masyarakat adil dan makmur, sesuai dengan apa yang menjadi cita-cita seluruh bangsa Indonesia. Untuk mencapai masyarakat adil dan makmur, harus diadakan perbaikan dalam segala bidang, baik ekonomi, sosial, politik, maupun budaya.

“Dalam membumikan Pancasila, nilai dan kearifan lokal ini harus kembali kita tanamkan ke hati dan sanubari para generasi muda Indonesia. Orang tua dan para guru harus menjadikan nilai kearifan lokal yang mengilhami sila-sila Pancasila ini sebagai salah satu pilar membangun karakter penerus bangsa,” pungkas Fahira Idris. #

Related Posts

Leave a Reply

Sampaikan aspirasimu!