Aturan soal Investasi Industri Miras Dicabut, Fahira Idris: Sekarang Fokus ke RUU Miras
Senator Dapil DKI Jakarta
Senator Dapil DKI Jakarta
Fahira Idris Minta Jokowi Tinjau Aturan Penjualan Miras

Aturan soal Investasi Industri Miras Dicabut, Fahira Idris: Sekarang Fokus ke RUU Miras

Jakarta, 2 Maret 2021—Setelah penolakan izin investasi minuman keras (miras) meluas, akhirnya Pemerintah memutuskan untuk mencabut aturan mengenai investasi industri minuman keras yang tercantum dalam lampiran Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Kebijakan ini dinilai tepat, bukan hanya karena mendapat penolakan luas tetapi juga karena izin investasi industri miras tidak sesuai dengan semangat dan tujuan dari RUU Larangan Minuman Beralkohol (LMB) yang saat ini ada di Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.

Anggota DPD RI Fahira Idris menyampaikan apresiasinya kepada Pemerintah yang sudah bersedia mendengar masukan dari berbagai kelompok masyarakat yang keberatan atas lampiran perpres pembukaan investasi baru industri minuman keras. Namun, pencabutan ini idealnya dilanjutkan dengan ikhtiar lain dari Pemerintah bersama DPR untuk segera melakukan pembahasan RUU LMB. Pembahasan RUU ini mendesak mengingat walau sudah 75 tahun merdeka, Indonesia sama sekali belum memiliki aturan tegas soal produksi, distribusi, dan konsumsi miras setingkat undang-undang yang berlaku nasional. Padahal hampir semua negara memiliki aturan yang tegas soal miras.

“Semoga baik Pemerintah dan DPR punya political will yang kuat untuk membahas dan mengesahkan RUU soal miras. Saya juga berharap berbagai kelompok masyarakat terutama para pemuka agama, organisasi keagamaan, dan berbagai ormas serta tentu masyarakat luas yang kemarin ikut menyuarakan penolakan investasi industri miras, saat ini juga menyuarakan agar RUU soal miras segera dibahas dan disahkan,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan Jakarta (2/3).

Walau sejak 2013 RUU LMB ini selalu masuk prolegnas dan sempat dibahas, tetapi selalu gagal. Akibatnya, monitoring dan pengawasan terhadap produksi, distribusi dan konsumsi alkohol di Indonesia masih sangat kritis dan perlu untuk ditingkatkan. Menurut Fahira, ketiadaan aturan setingkat undang-undang soal miras selama 75 tahun Indonesia merdeka sangat mengherankan.

Salah satu contoh sederhana dari ketiadaan aturan tegas soal miras selama 75 tahun ini adalah soal sanksi. Selama ini pelanggaran miras hanya dijerat dengan tindak pidana ringan sehingga tidak ada efek jera bagi yang melanggarnya sehingga angka pelanggarannya semakin masif saja. Misalnya saja, kalau merujuk kepada Pasal 492 ayat 1 KUHP, pemabuk yang mengganggu ketertiban umum, merintangi lalu lintas atau mengancam orang lain hanya diancam kurungan penjara paling lama enam hari dan pidana denda paling banyak Rp375.

“Mau sampai kapan sanksi hukum yang tidak rasional seperti terus kita pertahankan. Miras ini persoalan serius dan berpotensi menjadi ancaman karena mempunyai dampak sosial. Oleh karena itu kita butuh undang-undang yang mengaturnya,” pungkas Fahira yang juga Ketua Gerakan Nasional Anti Miras ini. #

Related Posts

Leave a Reply

Sampaikan aspirasimu!