Puasa di bulan Ramadan bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga sebuah perjalanan spiritual yang mendalam. Dalam perjalanan ini, seorang muslim belajar untuk mengendalikan diri, meningkatkan ketakwaan, serta memperkuat hubungan dengan sesama manusia. Nilai-nilai yang terkandung dalam ibadah puasa ini sejatinya juga sejalan dengan prinsip-prinsip yang tertuang dalam Pancasila, dasar negara Indonesia.
Anggota DPD RI Dapil Daerah Khusus Jakarta Fahira Idris mengungkapkan, ibadah puasa Ramadan bukan hanya sekadar ritual keagamaan, tetapi juga sebuah proses pembelajaran yang menanamkan nilai-nilai luhur yang sejalan dengan Pancasila. Ketakwaan kepada Tuhan, penghormatan terhadap kemanusiaan, semangat persatuan, demokrasi yang bijak, serta keadilan sosial semuanya terwujud dalam ibadah ini.
“Ibadah puasa Ramadan tidak hanya memperkuat keimanan seseorang, tetapi juga memperkuat jati diri sebagai warga negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Ini karena ibadah puasa Ramadan sarat dengan nilai-nilai Pancasila,” ujar Fahira Idris di sela-sela Sosialisasi Empat Pilar MPR RI (Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika) di Kepulauan Seribu, Jakarta (27/2).
Menurut Senator Jakarta ini, Ketuhanan Yang Maha Esa, sila pertama dalam Pancasila, tercermin dalam ibadah puasa sebagai bentuk kepatuhan kepada perintah Allah SWT. Puasa adalah bentuk ibadah yang hanya diketahui antara hamba dan Pencipta-Nya. Tidak ada yang dapat memastikan seseorang benar-benar berpuasa kecuali dirinya sendiri dan Allah SWT.
Puasa juga mengajarkan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Dengan berpuasa, seseorang merasakan bagaimana rasanya menahan lapar dan dahaga, sesuatu yang mungkin menjadi kenyataan sehari-hari bagi saudara-saudara kita yang kurang mampu. Dari pengalaman ini tumbuh empati dan keinginan untuk berbagi, seperti yang sering diwujudkan dalam bentuk sedekah, zakat, dan buka puasa bersama. Puasa mengajarkan bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, keadilan dan kepedulian terhadap sesama harus selalu dijunjung tinggi.
Semangat persatuan yang diusung dalam sila ketiga juga semakin terasa di bulan Ramadan. Selama bulan suci ini, umat Islam dari berbagai latar belakang bersatu dalam ibadah dan kegiatan sosial. Masjid-masjid menjadi tempat berkumpulnya masyarakat dalam shalat berjamaah, tadarus Al-Qur’an, serta berbagai kegiatan keagamaan lainnya.
“Kegiatan berbagi takjil di jalan atau buka puasa bersama dengan berbagai lapisan masyarakat mencerminkan semangat kebersamaan dan persaudaraan dalam keberagaman, yang menjadi inti dari persatuan Indonesia,” jelas Fahira Idris.
Nilai-nilai musyawarah, sebagaimana diamanatkan oleh sila keempat, juga tercermin dalam suasana Ramadan. Dalam keluarga, keputusan terkait pelaksanaan ibadah seperti sahur, berbuka, hingga kegiatan sosial sering kali diambil melalui musyawarah. Di lingkungan masyarakat, berbagai kegiatan Ramadan seperti pengajian, bazar murah, dan kegiatan sosial lainnya biasanya dirancang dan dikelola dengan musyawarah, menumbuhkan nilai-nilai kebersamaan dan saling menghargai pendapat.
Bukan hanya itu, nilai-nilai keadilan sosial juga sangat erat dengan esensi Ramadan. Puasa menanamkan kesadaran bahwa dalam kehidupan, kesejahteraan harus dirasakan oleh semua orang. Zakat fitrah yang diwajibkan di akhir Ramadan adalah bentuk nyata dari prinsip keadilan sosial.
“Dengan membayar zakat, umat Islam membantu mereka yang kurang mampu agar dapat merasakan kebahagiaan di hari kemenangan, Idul Fitri. Hal ini menunjukkan bahwa dalam Islam, keseimbangan antara hak dan kewajiban serta keadilan sosial sangat dijunjung tinggi,” pungkas Fahira Idris.#