Jakarta, 12 Mei 2020—Rencana Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 yang tengah menyiapkan langkah untuk mengizinkan kelompok usia muda beraktivitas kembali di tengah pandemi virus Corona (COVID-19) mendapat sorotan banyak pihak. Padahal, Pemerintah mempunyai target menurunkan kurva kasus postif Corona pada Mei 2020 sehingga pada bulan Juni dan Juli jumlah kasus akan terus menurun dan bulan-bulan berikutnya, Indonesia bisa mencapai nol kasus.
Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan salah satu upaya yang harus terus dijaga agar target kasus positif Corona turun secara siginifikan adalah konsisten menjalankan satu-satunya strategi penanggulangan Corona yang dipilih Pemerintah yaitu pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kebijakan PSBB yang membatasi berbagai kegiatan antara lain kegiatan bekerja di kantor atau tempat kerja dan transportasi umum harus konsisten dijalankan bahkan diperkuat agar tujuannya menurunkan kasus Corona bisa tercapai secara signifikan.
“Saya memahami kondisi saat ini tidak mudah terutama dari sisi ekonomi sehingga ada rencana pelonggaran. Namun, memasuki minggu kedua Mei, kurva kasus positif Corona kita belum turun secara signifikan sehingga harusnya jangan ada celah pelonggaran apapun dan dengan alasan apapun,” ujar Fahira Idris, di Jakarta (12/5).
Menurut Fahira, selama pandemi Covid-19 ini masih terus membayangi, ekonomi Indonesia pasti akan terganggu. Oleh karena itu, yang harus lebih dulu fokus disasar adalah menghilangkan bayangan (kasus positif Corona) tersebut agar aktivitas ekonomi bisa kembali ditata dan kembali berdenyut kencang. Adanya pelonggaran misalnya mengizinkan yang muda untuk tetap bekerja di kantor atau di tempat kerja yang memungkinkan terjadinya interaksi dikhawatirkan memperlama usaha bangsa ini untuk lepas dari bayang-bayang dan jeratan Covid-19. Selain itu, pelonggaran yang mengizinkan kelompok usia muda beraktivitas kembali, dipastikan juga akan berpengaruh kepada pelonggaran bidang yang lain misalnya transportasi umum yang pasti akan kembali ramai.
Selain itu, lanjut Fahira, kebijakan pelonggaran harus didasarkan atas sebuah indikator yang kuat seperti yang dilakukan beberapa negara di dunia. Vietnam misalnya melakukan pelonggaran karena indikatornya kuat yaitu tak ada kasus baru Covid-19 selama enam hari berturut-turut dan tidak ada kasus meninggal. Atau Selandia Baru dan Taiwan yang mulai membuka sejumlah kegiatan bisnis, fasilitas pendidikan dan kesehatan karena kebijakan lockdown mereka telah mampu menghentikan penyebaran Covid-19. Namun, walau sudah ada penurunan kasus, pelonggaran juga harus diterapkan secara hati-hati. Kekhawatiran gelombang kedua lonjakan kasus virus corona mulai terjadi di negara-negara yang kini juga tengah mulai membuka perekonomiannya. Saat ini, kasus baru virus corona kembali meningkat di Tiongkok, Korea Selatan, dan Jerman usai pelonggaran pembatasan atau lockdown yang dilakukan negara-negara tersebut.
“Saya harap Gugus Tugas meninjau kembali rencana ini (mengizinkan kelompok usia muda beraktivitas kembali). Insya Allah bulan-bulan ke depan kasus positif akan turun drastis dan berbagai pelonggaran bisa mulai dilakukan. Namun, tentunya bukan sekarang,” pungkas Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI ini.
Sebagai informasi, setelah Kementerian Perhubungan membolehkan moda transportasi umum boleh beroperasi lagi dengan syarat tertentu, kini Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 berencana memberi kelonggaran dari segi aktivitas bekerja bagi kelompok usia 45 tahun ke bawah. Kelompok usia dinilai merupakan yang paling rendah terkait angka kematian akibat virus Corona. Kebijakan ini juga agar potensi terkapar karena PHK selama pandemi bisa dikurangi. Meski diperbolehkan beraktivitas di luar, protokol kesehatan pencegahan Corona harus diterapkan secara ketat. #