Nalar.id – Menjelang pemilihan legislatif (pileg)2019, para calon legislatif (caleg) adu gagasan. Tidak sedikit dari mereka mengusung beragam janji dan program. Salah satunya Fahira Idris, caleg DPD RI nomor 29 dapil (daerah pemilihan) Provinsi DKI Jakarta non-partai atau independen.
Karena ia merupakan petahana 2014-2019, ada sejumlah progam lanjutan dan pengayaan yang ia tawarkan ke masyarakat.
“Mulai dari pemberdayaan, dan perlindungan perempuan dan anak; pelatihan kewirausahaan ibu rumah tangga, dan edukasi serta keterampilan kerja remaja; edukasi pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak; bantuan hukum gratis bagi perempuan dan anak korban kekerasan,” jelasnya.
Selain itu, ia juga mencanangkan Gerakan Bersama Jaga Kampung di Jakarta dari bahaya miras, narkoba, kekerasan perempuan dan anak, dan tawuran serta tindakan kejahatan lain.
Lalu berjuang mewujudkan Jakarta sebagai Kota Layak Anak dan Ramah Perempuan. Kemudian, memperjuangkan terwujudnya program ‘Satu Kampung, Satu PAUD’ berkualitas di seluruh kampung di Jakarta.
Berikut petikan lanjutan wawancara kepada Nalar.ID, Jumat (5/4).
Selain itu?
Saya juga menolak tegas reklamasi teluk Jakarta. Untuk memastikan kepentingan pemeliharaan lingkungan hidup serta perlindungan terhadap nelayan, masyarakat pesisir dan segenap warga Jakarta tidak dilanggar dan terlindungi.
Lalu memperjuangkan terciptanya kualitas layanan air bersih baik di wilayah kampung-kampung di Jakarta dengan kualitas air kurang baik melalui gerakan sadar sanitasi, kebersihan, dan kesehatan.
Lalu?
Pemberdayaan dan penguatan kapasitas para pedagang pasar. Program ini digulirkan melalui berbagai program pelatihan dan bantuan hukum gratis bagi pedagang pasar. Selain itu, mengembangkan kesenian, budaya, dan Pencak Silat Betawi melalui pembuatan website dan buku, serta menyemarakkan berbagai event seni dan budaya betawi.
Ada juga pemberian bantuan hukum gratis bagi warga. Khususnya perempuan dan anak, ulama, aktivis, pedagang pasar, guru, dosen, buruh, tenaga kesehatan seperti perawat, bidan, dokter, dan sebagainya. Termasuk pelayanan ambulance gratis untuk warga Jakarta.
Bagaimana dengan penyusunan RUU dan pengawasan UU?
Dalam bidang legislasi (penyusunan RUU dan pengawasan UU), berbagai target dan sasaran kerja saya, diantaranya mendesak disahkan RUU Ekonomi Kreatif. Kebijakan ini akan memudahkan lahirnya usaha-usaha kreatif di Indonesia, terutama di Jakarta. Serta meningkatkan perlindungan orang kreatif dan konsumen industri kreatif, serta peran daerah dalam pengembangan ekonomi kreatif.
Kemudian memastikan RUU Larangan Minuman Beralkohol, memperjuangkan lahirnya RUU Sistem Pengupahan. Memperjuangan perubahan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Lalu RUU Perlindungan Pasien, RUU Ketahanan Keluarga, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Selain itu?
Terus mengawasi implementasi Undang-Undang No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Sejak tahun 2015, saya secara berkesinambungan melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU itu. Terus mengawasi implementasi Undang-Undang No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Termasuk memperjuangkan pengangkatan guru dan pegawai honorer, dengan mendesak DPR dan pemerintah melakukan revisi UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN.
Gagasan unggulan Anda ?
Semua program adalah unggulan. Bagi saya, semua janji kampanye atau program kerja yang saya janjikan harus direalisasikan.
Jika terpilih menjadi anggota dewan, hal apa yang pertama Anda lakukan untuk rakyat atau pemilih?
Saya akan sambangi semua titik. Terutama yang saya datangi saat kampanye untuk menyampaikan kembali berbagai program kerja saat kampanye. dan minta mereka mengawal saya mewujudkan semua program-program itu. Saya akan pastikan program-program yang saya gulirkan, manfaat dan dampaknya langsung dirasakan warga.
Jika tidak terpilih, apa rencana Anda selanjutnya?
Melanjutkan garis perjuangan saya berkiprah di masyarakat. Tentu, lewat wadah dan cara yang berbeda.
Pileg dan pilpres identik dengan ongkos politik, bahkan tidak sedikit. Dalam beberapa peristiwa, kondisi ini sedikit memicu dugaan korupsi ketika sudah terpilih dan resmi menjadi anggota dewan. Seberapa penting ongkos politik bagi Anda?
Pembiayaan politik di negeri ini memang mahal. Apakah itu pemilihan kepala darah (gubernur, bupati, walikota), pemilihan legislatif (DPR, DPD, DPRD) maupun pilpres. Semua semakin diperparah dengan masih ada oknum-oknum yang berkompetisi dalam pemilu mempunyai paradigma bahwa dengan uang dia bisa membeli suara.
Mengapa?
Sebenarnya paradigma menyesatkan ini yang membuat ongkos politik menjadi luar biasa besar. Ini yang menjadi awal mula rusaknya sistem politik. Akibatnya ketika terpilih yang dipikirkannya adalah bagaimana agar balik modal atau mengeruk keuntungan dari jabatan yang diperolehnya. Mengharapkan gaji sebagai anggota dewan tidak mungkin, karena nominalnya tidaklah besar. Satu-satunya jalan, cari celah dengan korupsi. Jadi selama dia menjabat, rakyat tidak lagi menjadi hal yang utama.
Sikap Anda?
Dalam kontestasi politik di negara demokratis seperti Indonesia, yang paling penting itu modal sosial. Jadi, kalau mau jadi caleg, jangan ujug-ujug. Berbuatlah dulu sesuatu.
Wujud nyatanya?
Berkiprahlah dulu di tengah masyarakat. Turun ke masyarakat, bangun jaringan dan gerakan memperjuangkan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat. Setelah kita merasa cukup berjuang di tengah masyarkat, barulah mencalonkan diri sebagai wakil rakyat.
Sehingga kita tidak perlu keluar uang banyak untuk berkampanye karena nama kita sudah dikenal masyarakat dan kiprah kita diperhitungkan. Jadi, bangunlah terlebih dahulu modal sosial, sehingga kita tidak dipusingkan dengan ongkos politik.