Rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang akan menonaktifkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) warga yang tidak lagi berdomisili di Jakarta adalah langkah yang harus ditempuh sebagai upaya menertibkan administrasi kependudukan di mana penduduk ber-KTP DKI Jakarta harus secara de facto tinggal di wilayah DKI Jakarta. Oleh karena itu, implementasinya harus dilakukan dengan hati-hati, teliti dan bertahap.
Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris mendukung kebijakan penertiban dan penataan administrasi kependudukan yang akan dilakukan Pemprov DKI Jakarta. Selain menjalankan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, kebijakan ini diambil agar pemberian bantuan sosial dan berbagai program pemberdayaan masyarakat lainnya lebih efektif, tepat sasaran dan akurat.
“Saya meyakini kebijakan penonaktifan NIK terutama bagi warga yang tidak lagi berdomisili di Jakarta ini sudah melalui perencanaan yang komprehensif. Artinya, nanti saat diimplementasikan akan dilakukan dengan penuh kehati-hatian, teliti dan tentunya bertahap,” ujar Fahira Idris melalui keterangan tertulisnya (18/4).
Salah satu hal penting yang harus disiapkan dari kebijakan penertiban dan penataan administrasi kependudukan ini, lanjut Fahira Idris, adalah warga yang terdampak tetapi merasa berhak memiliki NIK Jakarta harus diberi akses yang mudah untuk mengajukan keberatan agar hak-haknya bisa terlindungi. Artinya harus ada posko setidaknya di semua kelurahan di mana terdapat petugas yang senantiasa bisa melakukan verifikasi dan validasi terkait status warga tersebut apakah masih tinggal dan beraktivitas di Jakarta.
Menurut Fahira Idris, kehatian-hatian dan ketelitian dalam mengimplementasikan kebijakan penonaktifan NIK ini juga dimaksudkan agar warga yang sedang bertugas/dinas ataupun sedang menempuh studi di luar kota maupun luar negeri tidak dikenakan penertiban dokumen kependudukan sesuai domisili. Termasuk bagi warga yang masih mempunyai aset atau rumah di Jakarta.
Prakondisi yang juga sangat penting dibuka seluas-luasnya sebelum kebijakan ini diimplemetasikan adalah sosialisasi tertib administrasi kependudukan yang melibatkan semua lapisan dari tingkat RT, RW, lurah, camat, hingga dasa wisma.
“Saya juga mengimbau untuk warga yang masih memiliki KTP DKI Jakarta tetapi sudah tidak berdomisili di DKI untuk segera melapor ke loket dukcapil yang ada di kelurahan untuk diproses pemindahannya sesuai domisili,” pungkas Fahira Idris.
Sebagai informasi, untuk tahap pertama kebijakan ini, NIK yang akan dinonaktifkan adalah untuk warga sudah meninggal dunia dan warga yang masih terdata tinggal di RT yang sudah tidak ada. Tahapan selanjutnya akan menonaktifkan NIK warga yang sudah berdomisili di luar DKI Jakarta.#
Assalamulaikum, bu Fahira Fahmi Idris/DPD RI tolong perjuangkan nasib warga terdampak penataan NIK gubernur DKI yang meresahkan warga yang memiliki NIK karena dampaknya sangat luas dan panjang untuk warga terdampak mengingat NIK sudah berlaku nasional sehingga hilangnya NIK berdampak pada hak2 warga. Karena sejatinya, NIK dipakai untuk berbagai kebutuhan administrasi dan lainnya. Semisal membuka rekening, mengurus BPJS Kesehatan, serta hal-hal lain yang berhubungan dengan NIK. Jika dinonaktifkan, otomatis akan menghambat semua pelayanan admisnistrasi yang akhirnya merugikan warga juga
Masyarakat harus urus lagi. Belum nanti potensi-potensi perilaku korupsi muncul di situ. Belum lagi masyarakat urus buang waktu, bensin, parkir. Ini kan bebani masyarakat semua.
Program penataan dan penertiban dokumen adminduk akan berdampak pada pelayanan publik yang menggunakan NIK. Mulai dari BPJS Kesehatan, pajak, SIM, pembukaan rekening, pajak kendaraan, SIM, hingga urusan pernikahan.
Kepesertaan jaminan ketenagakerjaan dan kesehatan pekerja juga rentan, sebagai warga terdampak kami melihat seolah2 sebagai warga ilegal, liar dan tidak kontributif bagi DKI Jakarta, padahal faktanya dengan NIK tsb warga menjalankan kewajiban2 resminya untuk pemerintah, khususnya pemprov DKI jakarta. WARGA YANG PUNYA NIK BUKAN LIAR atau MUSIMAN tapi warga negara SAH secara hukum nasional dan menghilangkan hak warga negara resmi sama saja dengan PELANGGARAN HAM.
Saya melihat langsung bahwa ASN dan TNI POLRI JUGA TERKENA PENDATAAN ADMINISTRASI ini sehingga harus datang ke kelurahan, Ini membuktikan bahwa pemerintah DKI sendiri tidak berkoordinasi dengan instansi lain sehingga ASN TNI POLRI yang domisilinya berpindah mengikuti dinas juga terjaring penataan. Maka wajar menjadi pertanyaan disini kalau pemda DKI ternyata juga TIDAK MEMILIKI DATA YANG JELAS mana sasaran pokok dari penataan administrasi ini. Bisa2 warga yang berhak sebagai warga resmi malah kehilangan identitasnya atau NIKnya.
Dalam kondisi ekonomi yang merosot ini wajar apabila ada sebagian warga yang mencari penghasilan atau pekerjaan di luar domisili karena pemda DKI TIDAK MAMPU menyediakan lapangan kerja sesuai domisili. Faktor sosial ekonomi ini wajib diperhitungkan sebagai salah satu DISPENSASI. Semoga bu Fahira/DPD DKI Jakarta bisa mengadvokasi hal ini ke pemda ybs. misalnya adakan posko pengaduan dan advokasi NIK
Terimakasih. Hormat Saya Nugraha Sigit, Kp baru Ulujami, Jakarta Selatan